MUAMALAH - CARA MENGHITUNG HARTA WARISAN DAN KETENTUANNYA DALAM ISLAM

Hak untuk menentukan pembagian harta warisan serta siapa saja yang berhak mendapatkan dan yang tidak, bukanlah manusia melainkan Allah Azza wa Jalla, karena Allah-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hamba-Nya.

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ

Terjemahnya:

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan…”
[QS. an-Nisa : 11]

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ

Terjemahnya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan…” 
[QS. an-Nisa : 176]

Asbabun Nuzul ayat ini, diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan dengan harta yang kutinggalkan ini”? Lalu turunlah ayat An-Nisa ayat 11. 
[Lihat Fathul Baari 8/91, Shahih Muslim 3/1235, An-Nasa’i Fil Kubra 6/320].

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu berkata, datang isteri Sa’ad bin Ar-Rabi’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa dua putri Sa’ad. Dia (isteri Sa’ad) bertanya :”Wahai Rasulullah, ini dua putri Sa’ad bin Ar-Rabi. Ayahnya telah meninggal dunia ikut perang bersamamu pada waktu perang Uhud, sedangkan pamannya mengambil semua hartanya, dan tidak sedikit pun menyisakan untuk dua putrinya. Keduanya belum menikah….”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahlah yang akan memutuskan perkara ini”. Lalu turunlah ayat waris.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil paman anak ini, sambil bersabda : “Bagikan kepada dua putri Sa’ad dua pertiga bagian, dan ibunya seperdelapan Sedangkan sisanya untuk engkau
[HR. Ahmad]

Sangat jelas bahwa, yang berhak membagi waris, tidak lain hanyalah Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla pun kembali mempertegas dengan firman-Nya فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (ini adalah ketetapan dari Allah dalam (QS. an-Nisa': 11)), dan firmanNya تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ (itu adalah ketentuan Allah (QS. an-Nisa': 13)).

Ketentuan ini sangat tepat dan harusnya menjadi satu-satunya jawaban untuk menjawab permasalahan keluarga yang muncul pada waktu keluarga meninggal dunia, terkhusus mengenai pembagian harta waris, karena pembagian dari Allah Azza wa Jalla pasti adil, dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Oleh sebab itu, mempelajari ilmu fara’idh atau pembagian harta pusaka merupakan hal yang sangat penting untuk menyelesaikan perselisihan dan permusuhan di antara keluarga, sehingga selamat dari memakan harta yang haram.

Ketentuan pembagian harta waris dijelaskan oleh Allah Azza wa Jalla dalam QS. an-Nisa':7, Allah Azza wa Jalla berfirman:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
Terjemahnya:

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” 
[QS. an-Nisa : 7]

DALIL-DALIL PEMBAGIAN HARTA WARIS

QS. an-Nisa'/4 ayat 11-14

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْ أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِۚ فَإِنْ كُنَّ نِّسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۚ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُۗ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌۚ فَإِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗ أَبَوٰهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُۚ فَإِنْ كَانَ لَهٗ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَا أَوْ دَيْنٍۗ اٰبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًاۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ إِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ١١
 
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَّلَهٗ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَإِنْ كَانُوْا أَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِى الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَا أَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَارٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌ ۗ ١٢
 
تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ١٣ 

Terjemahnya:

11. Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semua perempuan yang berjumlah lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

12. Dan bagianmu (suami-suami) adalah dua seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.

13. Itu adalah ketentuan Allah. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.

QS. an-Nisa'/4 ayat 176

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Terjemahnya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

AT-TARIKAH التركة )

At-Tarikah menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi milik si mayit.(dalam Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270)

Muhammad bin Abdullah At-Takruni berkata : “At-Tarikah ialah, segala sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit, berupa harta yang ia peroleh selama hidupnya di dunia, atau hak dia yang ada pada orang lain, seperti barang yang dihutang, atau gajinya, atau yang akan diwasiatkan, atau amanatnya, atau barang yang digadaikan, atau barang baru yang diperoleh sebab terbunuhnya dia, atau kecelakaan berupa santunan ganti rugi. (dalam kitab Al-Mualim Fil Fara’idh hal.119)

Barang-Barang yang tidak berhak diwariskan, diantaranya:
  1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya. (dalam Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429)
  2. Harta yang telah diwakafkan oleh mayit, seperti kitab dan lainnya. (dalam Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/466)
  3. Barang yang diperoleh dengan cara haram, seperti barang curian, hendaknya dikembalikan kepada pemiliknya, atau diserahkan kepada yang berwajib. (dalam keterangannya di dalam kitab Al-Muntaqa Min Fatawa, Dr. Shalih Fauzan 5/238)

Hak-hak yang harus diselesaikan sebelum harta waris tersebut dibagi ialah sebagai berikut.
  1. Mu’nat Tajhiz; Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya
  2. Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah; Hak-Hak yang berhubungan dengan harta waris misalnya, barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris.
  3. Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah; Hutang Si Mayit (QS. an-Nisa'/4:12).
  4. Tanfidzul Wasiyyah; Menunaikan Wasiat.(QS. an-Nisa'/4:12).

AHLI WARIS (الوريث)


Perkara-perkara yang perlu diperhatikan sebelum membagi harta waris.
  1. al-Muwarrits (orang yang akan mewariskan hartanya) dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin kembali, atau hilang yang mungkin dicari.
  2. al-Warits (ahli waris), masih hidup pada saat kematiannya Al-Muwarrits.
  3. at-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan untuk kepentingan si mayit.
  4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat. Adapun caranya.
a. Jika ahli waris memiliki bagian ashabah, tidak ada yang lain, maka ta’silul mas’alah-nya menurut jumlah yang ada ; yaitu laki-laki mendapat dua bagian dari bagian wanita.
  • Misalnya: Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul mas’alah-nya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
  • Misal lain: Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka aslul mas’alah-nya 5, maka setiap anak laki-laki = 1
b. Jika ahli waris ashabul furudh hanya seorang, yang lain ashabah, maka ta’silul mas’alah-nya angka yang ada.
  • Misalnya: Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alah-nya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
c. Jika ahli waris yang mendapatkan ashabul furudh lebih dari satu, atau ditambah ashabah, maka dilihat angka pecahan setiap ahli waris, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8, 1/3. 2/3.

c.1. Jika sama angka pecahannya ( المماثلة ), seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalah-nya diambil salah satu, yaitu angka 3.

c.2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( المداخلة ), maka ta’silul masalah-nya angka yang besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalah-nya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3.

c.3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat ( الـمتوافقة ) maka ta’silul masalah-nya salah satu angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain. Misalnya; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalah-nya 24.
c.4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi ( المباينة ), maka ta’silul masalah-nya sebagian angkanya dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya: angak 2/3, ¼, maka ta’silul mas’alah-nya 4 x 3 = 12.

d. Bila sulit memahami bagian [c1-c4], maka bisa memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 untuk dijadikan angka pedoman yang bisa dibagi dengan pecahan suku-suku bagian ahli waris dengan hasil yang bulat.
  • Misalnya: si A mendapatkan 2/3, si B mendapatkan ¼, maka angka pokok yang bisa dibagi keduanya bukan 8, tetapi 12 dan setersunya.

Dalam membagi harta waris setelah diketahui ta’silul mas'alah dan bagian setiap ahli warisnya, ada tiga cara yang bisa ditempuh.

Dengan cara menyebutkan pembagian masing-masing ahli waris sesuai dengan ta’silul mas'alah-nya, lalu diberikan bagiannya.

Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul mas'alah-nya 12, karena isteri mendapatkan 1/4, dan ibu mendapatkan 1/3.
  • Isteri mendapatkan 1/4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
  • Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
  • Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
Atau dengan mengalikan bagian setiap ahli waris dengan jumlah harta waris, kemudian dibagi hasilnya dengan ta’silul mas’alah, maka akan keluar bagiannya. Contoh seperti di atas, prakterknya.
  • Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
  • Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
  • Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
Atau membagi jumlah harta waris dengan ta’silul mas’alah, lalu hasilnya dikalikan dengan bagian ahli waris, maka akan keluar hasilnya.
Contoh seperti di atas, prkateknya.
  • Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
  • Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
  • Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000

CARA MENYELESAIKAN PERBEDAAN ANTARA SUKU BAGIAN DENGAN TA’SILUL MAS’ALAH

Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.
Misalnya: Si mati meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak perempuan

Jika suku bagian ahli waris (siham) melebihi ta’silul mas’alah, hendaknya ditambah (aul).
Misalnya: Seorang mati meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ta’silul mas’alah-nya 6, yang sudah tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.

Jika suku bagian ahli waris (siham) kurang daripada ta’silul mas’alah-nya, maka dikembalikan kepada ahli warisnya selain suami dan isteri, namanya: Radd.
Misalnya: Seorang mati meninggalkan Ibu dan seorang anak perempuan. Ibu mendapatkan 1/6, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alah-nya 6, yaitu Ibu =1, satu anak perempuan = 3. Jadi bagian Ibu + bagian anak perempuan = 1 + 3 = 4. masih tersisa 2 dari ta’silul mas’alah-nya 6. Untuk itu kita kurangi ta’silul mas’alah-nya dari 6 menjadi 4.
Jadi untuk Ibu mendapatkan 1/4, 1 orang anak perempuan mendapatkan 3/4 dari 4, bukan dari 6.

Jika suku bagian ahli waris (siham) sama pembagiannya dengan ta’silul mas’alah-nya dinamakkan al-adalah.
Misalnya: Seorang mati meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1

Jika pada waktu pembagian ada anggota keluarga lainnya yang bukan ahli waris ikut hadir, seperti bibi atau anak yatim, faqir miskin, maka hendaknya diberi hadiah walaupun sedikit.

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. 
[QS. an-Nisa/4 : 8]

Posting Komentar