MUAMALAH - JUAL BELI


A. JUAL BELI

1. Dasar Hukum Jual Beli

Menurut hukum syara’, jual beli ialah menukar suatu barang atau uang dengan barang yang lain dengan cara aqad (ijab qobul).
 
a. QS Al-Baqoroh Ayat 275 
Artinya: 
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. 

b. QS An-Nisa Ayat 29 

 Artinya: 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. 

c. Hadist Rosululloh 

Rasulullah saw bersabda: 
 أَفْضَلِ الْكَسْبِ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Artinya: 
”Perolehan yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. 

2. Rukun Jual Beli 

Beberapa rukun dalam jual beli diantaranya: 

a. Adanya Penjual dan Pembeli 

Syarat keduanya: 
  • Berakal 
  • Dapat membedakan yang baik dan buruk 
  • Tanpa paksaan 
  • Tidak dalam keadaan mubadzir 
  • Berlaku lurus 
 
b. Uang atau benda yang di beli 

Syaratnya : 
  • Suci dan bukan barang najis 
  • Ada manfaatnya 
  • Keadaan barang itu dapat diserah terimakan 
  • Keadaan barang milik penjual atau kepunyaan yang diwakilinya atau yang menguasakannya. 
  • Diketahui oleh penjual dan pembeli, tentang zat, bentuk, ukuran dan sifat-sifatnya. 

c. Ijab dan Qobul 

Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, sedangkan Qabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual. Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus, namun yang diperlukan adalah saling rela yang direalisasikan dalam bentuk katakata. 

Saat ini, jual beli dilakukan dengan cara online dan tetap sah apabila si pembeli sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan. 

2. Macam-Macam Jual Beli 

Terkait dengan perbandingan harga jual dan beli, jual beli ini terbagi pada 3 jenis, yaitu:
  • Murabahah (jual beli dengan untung), yaitu transaksi jual-beli barang dengan menegaskan harga perolehan dan margin keuntungan kepada pembeli. Contoh, tuan Ahmad membeli laptop merk Asus kepada tuan Robert seharga Rp 6.500.000. dari harga tersebut tuan Robert memberitahukan kepada tuan Ahmad harga pokok/harga beli laptop Rp 6.000.000 dan keuntungan Rp 500.000.
  • Tauliyah (jual beli dengan harga modal), yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang. 
  • Muwadha’ah (jual beli dengan harga rugi), yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount).
  • Musawamah, yaitu jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.

Berdasarkan obyek yang diperjualbelikan, jenis jual beli terbagi menjadi 3 jenis, yaitu 
  • Muqayadah (barter), yaitu menukar barang dengan barang.
  • Mutlaq (umum), yaitu menukar uang dengan barang.
  • Sharf (mata uang), yaitu penukaran uang dengan uang.

Berdasarkan waktu penyerahan barang/dana, jual beli terbagi menjadi 4 jenis, yaitu 
  • Ba’i bi thaman ajil (cicil),
  • Salam (pesan), 
  • istishna (pesan), 
  • istijrar.

Berdasarkan barang yang dilihat dari keberadaannya, jual beli terbagi menjadi 3 jenis, yaitu
  • Ainun Hadlirah, yaitu barang yang ada di tempat.
  • Ainun Maushufun fi Al Dzimmah, yaitu barang yang dijual tidak ditempat tetapi spesifikasi barang dan keberadaannya dapat dijamin sehingga jual beli seperti ini diperbolehkan.
  • Ainun Ghaibah, yaitu kondisi barang yang sama sekali tidak ada di tempat dan tidak dapat diketahui wujud dan spesifikasinya.

3. Jual Beli Yang Dilarang Agama 

Jual beli dipperbolehkan oleh agama. Namun ada beberapa jual beli yang haram dilakukan, seperti: 
  • Harga barang jauh lebh mahal dari harga pasaran supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut. 
  • Membeli barang untuk ditimbun sedangkan masyarakat membutuhkan barang tersebut. 
  • Barang yang dijual merupakan alat maksiat. 
  • Menimbulkan kericuhan 
  • Barang yang dijual sudah di beli orang lain yang masih dalam keadaan khiyar. 

4. Manfaat Jual Beli 

Jual beli memiliki banyak manfaat diantaranya: 
  • Saling tolong menolong 
  • Saling bersilaturakhim 
  • Memperluas hubungan kerja 
  • Pemerataan ekonomi 
  • Meningkatkan kreatifitas 
  • Meningkatkan kesejahteraan hidup

5. Khiyar dalam Jual Beli

Khiyar secara etimologi adalah memilih, sedangkan khiyar dalam jual beli menurut syara’ ialah hak memilih bagi penjual atau pembeli untuk meneruskan akad jual beli atau membatalkannya.

Hal ini bertujuan agar kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dapat memikirkan sejauh mungkin kebaikan kebaikan berlansungnya jual beli atau kebaikan untuk membatalkan jual beli, agar masing-masing pihak tidak menyesal atas apa yang telah dijualnya atau dibelinya. Sebab penyesalan tersebut bisa terjadi karena kurang hati-hati, tergesa-gesa, atau karena faktor-faktor lainnya.

Hukum khiyar adalah boleh, sejauh memenuhi persyarata-persyaratan yang telah ditentukan, tetapi hiyar untuk menipu hukumnya haram dan dilarang. Sebagaimana Rasulullah saw., bersabda :

اَنْتَ بِاالْخِيَار بِكُلِّ سِلْعَةٍ إِبْتَعْتَهَا ثَلاَثَ لَيَالٍ 
Artinya:
“Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli selama tiga malam” (HR.Al-Baihaqy dan Ibnu Majah).

Berikut jenis-jenis khiyar:
  • Khiyar majlis, yaitu penjual dan pembeli berhak untuk melanjutkan atau membatalkan transaksinya selama masih berada di tempat terjadinya transaksi.
  • Khiyar syarat, yaitu penjual atau pembeli diperbolehkan mengajukan perjanjian dalam masa waktu tertentu setelah akad untuk bisa membatalkan akad tersebut atau dengan kata lain memperpanjang khiyar majlis setelah para pihak berpisah.
  • Khiyar aib, yaitu ketika cacat barang tersembunyi tidak disebutkan oleh penjual dan baru diketahui oleh pembeli setelah berpisah dari penjual.
  • Khiyar tadlis, yaitu ketika cacat barang ditutup-tutupi dengan cara menampakkan barang lain yang tidak cacat.
  • Khiyar takhbir bits-tsaman, yaitu ketika harga yang disebutkan tidak jelas.

B. RIBA

Riba berarti kelebihan dari pinjaman. Menurut istilah fiqh riba adalah tambahan pembayaran yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi tanpa ada ganti rugi atau imbalan.

Contoh:
Bima meminjam uang Rp 50.000,00 kepada  Rudi dan Rudi mensyaratkan untuk mengembalikan Rp 60.000,00. Dari pinjam meminjam di atas, besar riba yang diberikan Bima dan diterima Rudi sebesar Rp 10.000,00 atau selisih dari uang pengembalian dan pokok pinjamannya. 

1. Hukum Riba.

dasar hukum haramnya riba diantaranya:

a. QS Al-Baqoroh ayat 276
 
Artinya:
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah”.

b. QS Al-Baqoroh ayat 278
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu  orang-orang yang beriman”.(Al-Baqoroh : 278)

Surah ini menjelaskan bahwa sebagai orang yang beriman dilarang untuk meng-gunakan harta riba yang tersisa.

c. QS Ar-Rum ayat 39
Artinya:
”Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta  manusia maka riba itu tidak menambah disisi Allah. 

Ayat di atas menjelaskan bahwa harta hasil riba tidak ada berkah dan manfaatnya.

d. Hadist Rosululloh
 
Artinya:
”Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, yang mewakilinya, penulisnya,  dan kedua saksinya dan Rasul berkata: mereka semua berdosa”.

e. QS Al Imron ayat130
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu  memakan  harta  riba  dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.

Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa hukum dari riba adalah haram. Haramnya riba tidak tergantung dari besar atau kecilnya tambahan yang diambil. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi kaum muslim untuk mengambil riba.

2. Macam-macam Riba

Beberapa riba diantaranya:

a. Riba Fadli, 
yaitu tukar  menukar  dua barang sejenis tetapi tidak  sama  ukurannya.  
Contoh:
Menukar Rp20.000,00 dengan Rp 50.000,00.

b.  Riba Qordli, 
yaitu meminjamkan barang dengan syarat ada keuntungan bagi yang meminjamkan.  
Contoh:
Meminjam Rp 20.000,00 dan harus dikembalian Rp 30.000,00.

c.  Riba Nasi’ah, 
yaitu tambahan yang disyaratkan dari 2 orang yang mengutangi sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) utangnya. 
Contoh:
Meminjam Rp 20.000,00 jika lebih dari 1 bulan belum dibayar maka harus mengembalikan sebesar Rp 50.000,00.

d.  Riba Yad, 
yaitu riba dengan sebab perpisah dari tempat aqad jual beli sebelum  serah  terima  antara penjual dan pembeli. 
Misalnya:
Seorang membeli 1 kwintal beras, setelah dibayar si penjual langsung pergi sedang berasnya belum di timbang  apakah pas atau kurang.

3. Akibat Pengambilan Riba

Maraknya pengambilan riba di masyarakat mengakibatkan: 
  • Menimbulkan exploitasi atau  pemerasan oleh pemegang modal besar (kaya) kepada orang  miskin
  • Dapat menciptakan dan mempertajam jurang pemisah
  • antara si kaya dan si miskin.
  • Dapat menimbulkan sifat rakus dan tamak
  • Dapat memutuskan tali persaudaraan 
  • Menghilangkan rasa kasih sayang
  • Terhalangnya pemerataan ekonomi

Posting Komentar